counter

Selasa, 03 April 2012

1. Proses Pembelajaran Bagi Masyarakat Terpencil


Data Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) bulan Agustus 2011 menyatakan bahwa 11,7 juta anak Indonesia belum tersentuh pendidikan. Anak-anak tersebut mayoritas berada di daerah-daerah pelosok termasuk komunitas adat terpencil (Sirait, 2011). Masalah umum yang terjadi di daerah-daerah tersebut adalah minimnya fasilitas-fasilitas sekolah dan kurangnya guru yang bertugas di daerah-daerah tersebut, dikarenakan letak geografis yang terpencil dan sarana transportasi yang sangat minim.  Hal itu pula yang menyebabkan program-program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak berhasil dilaksanakan. Selain komunitas adat terpencil, daerah-daerah miskin pedesaan dan kampung-kampung masyarakat pinggiran di perkotaan juga kurang mendapat akses pendidikan yang merata. 

Kondisi tersebut setidaknya memberikan dua dampak dalam dunia pendidikan. Pertama, angka putus sekolah (drop out)yang setiap tahun bertambah. Kedua, angka kenaikan penduduk yang buta huruf semakin meningkat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah-sekolah Negeri (SDN, MIN, SMPN dan MTsN) hanya terdapat di daerah-daerah perkotaan. Jarang sekali sekolah pemerintah yang dibangun di pelosok pedesaan, apalagi di desa-desa terpencil. Hampir mayoritas sekolah di desa terpencil adalah atas swadaya masyarakat (sekolah swasta). Padahal, UUD 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan pengajaran yang layak, disamping juga subsidi pendidikan. Manajemen sekolah yang tidak tersistem dengan baik, ditambah dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah yang kurang memadai serta minimnya guru negeri yang mengabdikan diri, menyebabkan masyarakat daerah terpencil semakin tertinggal dalam dunia pendidikan. Maka, dibutuhkan solusi alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat terpencil agar mampu bersaing secara akademis dan praktis dengan anggota masyarakat lain.
                               

2. Kerucut Pengalaman Edgar Dale dan Hubungannya dengan Media Belajar


Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.

Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut ini :


Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran.

Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu.

Hubungan Kerucut Edgar Dale dengan Media Pendidikan
                     
Efektifitas penggunaan media pembelajaran bukan ditentukan oleh seberapa canggih dan modernnya alat yang disediakan oleh guru. Melainkan kesesuaian media tersebut dengan materi (contain) pelajaran yang diajarkan. Mungkin saja guru mengajar tanpa bantuan media pembelajaran, karena materi yang disajikan adalah materi yang sederhana dan tidak terlalu berat. Sehingga cukup dengan memberi penjelasan secara verbal. Guru dalam menggunakan media pembelajaran harus memperhatikan secara cermat kerucut pengalaman Edgar Dale. Efektifitas penggunaan media pembelajaran bukan ditentukan oleh seberapa canggih dan modernnya alat yang disediakan oleh guru. Melainkan kesesuaian media tersebut dengan materi pelajaran yang diajarkan. Mungkin saja guru mengajar tanpa bantuan media pembelajaran, karena materi yang disajikan adalah materi yang sederhana dan tidak terlalu berat. Sehingga cukup dengan memberi penjelasan secara verbal. media dan teknologi memiliki pengaruh terhadap pendidikan. Contohnya, komputer dan internet telah mempengaruhi proses pembelajaran sampai saat ini. Aturan-aturan dari pendidik dan pebelajar telah berubah karena dipengaruhi media dan teknologi yang digunakan di dalam kelas.Perubahan ini sangat esensial, karena sebagai penuntun dalam proses pembelajaran.


3. Pengertian Media Belajar, Sumber belajar, Alat peraga.


Menurut Latuheru (dalam Hamdani, 2005): menyatakan bahwa Media Belajar adalah bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna.

Menurut Association Educational Comunication and Tehnology AECT (As¶ari, 2007) Sumber belajar yaitu berbagai atau semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswadalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapaitujuan belajar

Alat peraga pendidikan adalah merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.